Salah
satu kunci keluarga bahagia yaitu adanya pemahaman dan pelaksanaan hak dan
kewajiban suami istri di dalam bahtera rumah tangga. Diperlukan kerjasama
antara suami dan istri dalam membangun keharmonisan rumah tangganya. Tak lupa
pula didasari dengan agama, keluarga tersebut akan menjadi sakinah. Seorang
suami yang beriman akan mampu menjadi kepala rumah tangga yang baik dan kelak
membawa keluarganya menuju syurga. Seorang istri yang sholehah tentunya yang
selalu taat pada suaminya serta mampu membawa keluarganya senantiasa dalam
kebaikan. Firman Allah swt : “Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu
sebagai tempat tinggal (mendapat ketenangan di dalamnya)” (QS. An-Nahl:80)
Suami
sebagai pemimpin rumah tangga memiliki hak-hak yang didapatkan dari istri dan
anak-anaknya. Istri menghormati suami, dan anak-anak menghormati ayahnya.
Beberapa dalil tentang suami sebagai pemimpin rumah tangga antara lain :
Firman
Allah swt : “Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Alloh telah
melebihkan sebagian dari mereka atas sebagian yang lainnya dan karena mereka
telah membelanjakan sebagian harta mereka.” (Qs. an-Nisaa’: 34).
Al-Hushain
bin Mihshan rahimahullahu menceritakan bahwa bibinya pernah datang ke tempat
Rasulullah saw karena satu keperluan. Seselesainya dari keperluan tersebut,
Rasulullah saw bertanya kepadanya : “Apakah engkau sudah bersuami?” Bibi
Al-Hushain menjawab : “Sudah”. “Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu?”
tanya Rasulullah lagi. Ia menjawab: “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali
dalam perkara yang aku tidak mampu.” Rasulullah bersabda : “Lihatlah dimana
keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan
nerakamu.” (HR. Ahmad)
Hak-hak
suami antara lain :
Ditaati
dalam seluruh perkara kecuali maksiat. Sabda Rasulullah saw : “Hanyalah
ketaatan itu dalam perkara yang ma’ruf.” (HR. Bukhari dan Muslim). Istri
wajib mentaati perintah suami asalkan itu bukanlah perbuatan maksiat dan
melanggar hukum agama Islam. Istri juga wajib menolak perintah suami untuk
berbuat maksiat kepada Allah swt, karena apabila ia menaati suaminya berarti ia
berbuat dosa sebagaimana suaminya berdosa karena telah memerintahkannya
bermaksiat. Ketaatan istri kepada suami termasuk memenuhi panggilan suami
ke tempat tidur dan tidak boleh menolak suami, kecuali sedang dalam keadaan
haid. Istri yang menolak ajakan tersebut akan dilaknat oleh malaikat,
sebagaimana sabda Rasulullah saw : “Jika seorang suami memanggil istrinya ke
tempat tidurnya lalu si istri menolak untuk datang maka para malaikat akan
melaknatnya sampai pagi.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dimintai
izin oleh istri yang hendak keluar rumah. Istri tidak boleh keluar rumah
kecuali seizin suami. Hal ini termasuk ketika istri ingin mengunjungi
orangtuanya serta kebutuhan lainnya. Istri yang keluar rumah tanpa seizing
suaminya cenderung menimbulkan fitnah hingga maksiat kepada Allah SWT.
Istri
tidak boleh puasa sunnah kecuali dengan izin suaminya, terutama jika suami
sedang berada di rumah seharian. Rasulullah saw bersabda : “Tidak boleh
seorang istri puasa (sunnah) sementara suaminya ada di tempat kecuali dengan
izin suaminya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Suami berhak mendapatkan
kesenangan bersama istrinya yang harus segera ditunaikan dan tidak boleh
tertunda dikarenakan sang istri sedang puasa sunnah. Oleh sebab itu lah istri
bisa berpuasa sunnah hanya atas izin suami.
Istri
tidak boleh mengizinkan seseorang masuk ke rumah suami kecuai dengan izinnya.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw : “Tidak boleh seorang istri
mengizinkan seseorang masuk ke rumah suaminya terkecuali dengan izin suaminya.”
(HR. Bukhari dan Muslim) ‘Amr ibnul Ahwash ra meriwayatkan dari Rasulullah
saw, sabda beliau :
“Ketahuilah,
kalian memiliki hak terhadap istri-istri kalian dan mereka pun memiliki hak
terhadap kalian. Hak kalian terhadap mereka adalah mereka tidak boleh
membiarkan seorang yang tidak kalian sukai untuk menginjak permadani kalian dan
mereka tidak boleh mengizinkan orang yang kalian benci untuk memasuki rumah
kalian. Sedangkan hak mereka terhadap kalian adalah kalian berbuat baik
terhadap mereka dalam hal pakaian dan makanan mereka.” (HR. At- dan Ibnu Majah)
Mendapatkan
pelayanan dari istrinya. Hal ini memang sudah semestinya, sebagai tugas istri
di rumah yaitu melayani dan mengurusi segala kebutuhan suami. Seperti yang
telah dicontohkan oleh istri sahabat Nabi Muahmmad saw, yaitu Asma’ istri Abi
Bakar Ash-Shiddiq ra. Ia mengurusi hewan tunggangan suaminya, memberi makan
dan minum kudanya, menjahit dan menambal embernya, serta mengadon tepung untuk
membuat kue. Ia yang memikul biji-bijian dari tanah milik suaminya sementara
jarak tempat tinggalnya dengan tanah tersebut cukuplah jauh.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Disyukuri
kebaikan yang diberikannya. Istri harus mensyukuri atas setiap pemberian
suaminya dan berterima kasih kepadanya.
Islam
memandang tinggi dan mulia Terhadap wanita. Oleh karena itu, istri pun juga
memiliki hak-hak yang harus ditunaikan oleh suami. Sesuai denga firman Allah SWT
: “Dan para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka
menurut cara yang ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah: 228). Seperti suami, istri pun
berhak mendapatkan hak-haknya sebagaimana ia juga memenuhi kewajibannya.
Adapun
hak-hak istri antara lain :
Mendapat
mahar dari suaminya. Tentunya ketika akad nikah seorang lelaki harus
menyerahkan mahar kepada wanita yang dinikahinya. Mahar adalah wajib hukumnya,
sebagaiaman firman Allah SWT : “Berikanlah mahar kepada wanita-wanita yang
kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (QS. An-Nisa`:
4)“…berikanlah kepada mereka (istri-istri kalian) maharnya dengan sempurna
sebagai suatu kewajiban.” (QS.An-Nisa`: 24) Serta sabda Rasulullah saw
yang diucapkan ketika seorang sahabatnya ingin menikah namun ia tidak memiliki
harta : “Lihatlah apa yang bisa engkau jadikan mahar dalam pernikahanmu,
walaupun hanya cincin dari besi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Digauli
oleh suaminya dengan patut dan akhlak mulia. Allah swt berfirman: “Bergaullah
kalian dengan para istri secara patut. Bila kalian tidak menyukai mereka maka
bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa`: 19). Rasulullah
saw pun telah bersabda : “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang
paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap
istri-istrinya.” (HR. At-Tirmidzi)
Mendapatkan
nafkah , pakaian, dan tempat tinggal. Suami wajib memberikan nafkah dam pakaian
yang layak bagi istrinya, serta anak-anaknya. Firman Allah SWT : “…dan
kewajiban bagi seorang ayah untuk memberikan nafkah dan pakaian kepada para ibu
dengan cara yang ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah: 233)
Mendapat
perlakuan adil, jika suami memiliki lebih dari satu istri. Maka suami yang
berpoligami wajib memberikan nafkah dan perlakuan yang sama kepada
istri-istrinya. “…maka nikahilah wanita-wanita yang kalian senangi :
dua, tiga, atau empat. Namun jika kalian khawatir tidak dapat berbuat adil di
antara para istri nantinya maka nikahilah seorang wanita saja atau dengan
budak-budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat bagi
kalian untuk tidak berbuat aniaya.” (QS. An-Nisa`: 3) Rasulullah bersabda :
“Siapa yang memiliki dua istri lalu ia condong (melebihkan secara lahiriah)
kepada salah satunya maka ia akan datang pada hari kiamat nanti dalam keadaan
satu sisi tubuhnya miring/lumpuh.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Mendapatkan
bimbingan dari suaminya agar selalu taat kepada Allah SWT, serta terjaga dari
api neraka. Bimbingan itu berupa pengajaran/pengetahuan agama. Sebagaimana
firman Allah SWT : “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian
dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu….” (QS. At-Tahrim: 6).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar