Minggu, 25 April 2021

Download RPP Daring Kelas 4 Semester 2 Revisi 2021

Pada kesempatan kali ini saya akan membagikan Download RPP Daring Kelas 4 Semester 2 Revisi 2021. Menyambut Tahun Pelajaran 2020/2021 ditengah Pandemi Covid-19 dimana pembelajaran masih berlangsung dengan sistem belajar daring. Dan untuk mempersiapkan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pula RPP yang menggunakan RPP Dalam Jaringan (RPP Daring) dengan keadaan ini tentunya Para guru juga akan mencari referensi RPP daring. 

 

Oleh karena itu kami akan membagikan referensi Download RPP Daring Kelas 4 Semester 2 Revisi 2021, dimana RPP ini desesuaikan dengan  sesuai dengan Surat Edaran Mendikbut No 14 Tahun 2019 Tentang Penyederhanaan RPP yang hanya terdiri dari 3 komponen utama saja yakni tujuan, kegiatan dan tekhnik penilaian tapi dalam mode daring. Adapun media pembelajaran yang digunakan berbasis online seperti Group Whats Apps, Zoom, Google Meet, dan Aplikasi Daring lainya.

 

Dengan adanya RPP daring kelas 4 lengkap ini semoga bisa menjadi bahan referensi untuk kelengkapan administrasi pembelajaran untuk semester 2 tahun ajaran 2020/2021.

Download RPP Daring Kelas 4 SD Semester 2

Apabila sekiranya bapak dan ibu guru berminat dengan RPP Daring kelas 4 SD Diatas lebih lengkap dapat mengunduhnya pada link di bawah ini :

Download RPP Daring Kelas 4 SD Tema 6

Download RPP Daring Kelas 4 SD Tema 7

Download RPP Daring Kelas 4 SD Tema 8

Download RPP Daring Kelas 4 SD Tema 9

 

Lihat Juga RPP Daring Kelas Lainnya

RPP Daring Kelas 1 Semester 2

RPP Daring Kelas 2 Semester 2

RPP Daring Kelas 3 Semester 2

RPP Daring Kelas 4 Semester 2

RPP Daring Kelas 5 Semester 2

RPP Daring Kelas 6 Semester 2

RPP Daring PAI Kelas 1 sd 6 Semester 2

RPP Daring PJOK Kelas 1 sd 6 Semester 2

 

Demikianlah artikel kami tentang Download RPP Daring Kelas 4 Semester 2 Revisi 2021, mudah mudahan bisa bermanfaat kepada bapak dan ibu guru.


Source: https://www.gurupertama.com/2021/01/download-rpp-daring-kelas-4-semester-2.html

Rabu, 10 Februari 2021

Rangkuman Kelas 4 | Tema 7 | Indahnya Keragaman di Negeriku

A. Bahasa Indonesia

Cerita Fiksi: cerita yang tidak benar-benar terjadi.

Fabel: cerita tentang kehidupan hewan yang berperilaku seperti manusia untuk menyampaikan pesan moral terkait perilaku manusia.

Cerita Rakyat: cerita yang disampaikan secara turun-temurun secara lisan dan bersifat anonim.

Legenda: cerita rakyat yang dihubungkan dengan tokoh sejarah dan dibumbui dengan kesaktian tokoh-tokohnya dan dianggap benar-benar terjadi. Umumnya menceritakan tentang asal mula terbentuknya suatu tempat.

Ciri-ciri Legenda:

  1. Dianggap sebagai kejadian nyata yang benar-benar terjadi di masa lampau.
  2. Bersifat keduniawian.
  3. Tokoh legenda umumnya manusia yang memiliki kesaktian tertentu.
  4. Berupa sejarah kolektif, yaitu sejarah yang banyak mengalami pemutarbalikan fakta.
  5. Bersifat berpindah-pindah sehingga ceritanya dikenal oleh daerah lain.
  6. Menceritakan tokoh yang hidup di zaman tertentu.

Dongeng: cerita yang menghibur dan mengandung nilai pendidikan, penuh khayalan, dan cocok diceritakan kepada anak-anak.

Bermain Peran: usaha memecahkan masalah melalui diskusi, peragaan, analisis, dan pemeranan dengan cara menghayati peran yang dibawakan dengan emosi yang sesuai.

B. IPS

B.1. Keragaman di Indonesia

Keragaman Budaya: variasi jenis-jenis budaya yang dihasilkan oleh berbagai suku bangsa, berkaitan dengan kekayaan alam dan luasnya wilayah.

Keragaman Sosial dan Budaya: sumber daya yang membuat Indonesia dikenal dunia.

Keragaman Ekonomi: berbagai jenis mata pencaharian penduduk, misal: petani, nelayan, pedagang, dan pengusaha.

Jenis-jenis Keragaman Budaya:

  1. Suku Bangsa: Jawa, Sunda, Madura, Bugis
  2. Bahasa Daerah: Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Bahasa Bali, Bahasa Banjar
  3. Rumah Adat: Rumah Joglo (Jawa Tengah), Rumah Gadang (Sumatera Barat)
  4. Tarian Daerah: Tari Jaipong (Jawa Barat), Tari Piring (Sumatera Barat)
  5. Pakaian Adat: Kebaya (Jawa Tengah), Baju Bodo (Sulawesi Selatan)
  6. Upacara Adat: Upacara Ngaben (Bali), Upacara Yadnya Kasada (Jawa Timur)
  7. Lagu Daerah: Ampar-ampar Pisang (Kalimantan Selatan), Manuk Dadali (Jawa Barat)
  8. Makanan Daerah: Gudeg (DI Yogyakarta), Ayam Taliwang (Nusa Tenggara Barat)
  9. Senjata Tradisional: Kujang (Jawa Barat), Rencong (Nanggroe Aceh Darussalam)

Suku Bangsa/Etnis: golongan manusia yang mengidentifikasikan diri dengan sesamanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama, merujuk kepada kesamaan budaya, bahasa, agama, dan perilaku.

Ciri Suku Bangsa:

  1. Bersifat tertutup dari kelompok lain
  2. Memiliki nilai dasar yang tercermin dalam kebudayaan
  3. Memiliki komunikasi dan interaksi

Contoh Suku Bangsa di Indonesia:

  1. Suku Jawa – Pulau Jawa
  2. Suku Batak dan Nias – Sumatera Utara
  3. Suku Minangkabau – Sumatra Barat
  4. Suku Sunda – Jawa Barat
  5. Suku Betawi – DKI Jakarta
  6. Suku Madura dan Tengger – Jawa Timur
  7. Suku Dayak dan Banjar – Pulau Kalimantan
  8. Suku Sasak dan Sumbawa – Nusa Tenggara Barat
  9. Suku Bugis dan Toraja – Sulawesi Selatan
  10. Suku Sentani dan Asmat – Papua
  11. Etnis Tionghoa: Tionghoa Peranakan dan Tionghoa Totok

Keragaman Agama di Indonesia:

  1. Islam
  2. Kristen Protestan
  3. Katolik
  4. Hindu
  5. Budha
  6. Konghucu

Dalam menghadapi keragaman agama, kita harus menjalankan sikap toleran, saling menghormati, dan bekerja sama antarpemeluk agama agar tercipta kerukunan.

B.2. Jenis-jenis Masyarakat Berdasarkan Jenis Wilayah

Penyebaran Suku Bangsa:

  1. Adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi dengan baik di wilayah yang ditinggali.
  2. Keinginan mencari daerah yang lebih subur, lebih berkembang, dan/atau lebih aman.
  3. Bisa terjadi dalam satu pulau atau berpindah ke luar pulau.

Ciri Dasar Perbedaan Suku Bangsa:

  1. Bahasa daerah
  2. Adat istiadat
  3. Sistem kekerabatan
  4. Kesenian daerah
  5. Tempat asal

Dataran Rendah: hamparan tanah lapang berketinggian tidak lebih dari 200 meter di atas permukaan laut, umumnya berdekatan dengan pantai dan hilir sungai dan padat penduduk karena daerahnya lebih subur.

Ciri Masyarakat Dataran Rendah:

  1. Mata pencaharian bervariasi, mulai dari petani, pedagang, guru, dokter, sopir, dan lain-lain.
  2. Penghasilan masyarakatnya juga bervariasi sehingga menimbulkan keragaman tingkat sosial dan ekonomi.
  3. Sarana dan prasarana umum tersedia dengan baik sehingga menunjang pembangunan dan pendidikan.

Ciri Masyarakat Pesisir:

  1. Tinggal dan beraktivitas di wilayah pesisir laut.
  2. Memiliki mata pencaharian yang bergantung pada potensi wilayah dan sumber daya pesisir dan lautan.
  3. Sebagian besar masih menganggap bahwa laut memiliki kekuatan magis sehingga umumnya melakukan ritual tertentu untuk menyanjung lautan.
  4. Umumnya, masyarakat yang bekerja sebagai nelayan tergolong sebagai kelas rendah.

Perbedaan Masyarakat Pesisir, Dataran Rendah, dan Dataran Tinggi:

C. PPKN

Pengamalan Sila Pertama – Ketuhanan Yang Maha Esa:

  1. Percaya dan takwa kepada Tuhan YME sesuai agama dan kepercayaan masing-masing.
  2. Menjalankan perintah agama sesuai ajaran agama yang dianut.
  3. Saling menghormati antarpemeluk agama dan memberikan kebebasan menjalankan ibadah.

Pengamalan Sila Kedua – Kemanusiaan yang Adil dan Beradab:

  1. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
  2. Adanya pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia.
  3. Berlaku adil dalam bermasyarakat.

Pengamalan Sila Ketiga – Persatuan Indonesia:

  1. Rela berkorban untuk kepentingan bersama.
  2. Menggunakan produk Indonesia.
  3. Bekerjasama dan bergaul dengan teman dari berbagai suku.

Pengamalan Sila Keempat – Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan:

  1. Berdiskusi untuk menyelesaikan masalah bersama.
  2. Menjalankan musyawarah.
  3. Menghargai teman yang berpendapat.

Pengamalan Sila Kelima – Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia:

  1. Menjunjung tinggi nilai kekeluargaan.
  2. Menghargai hasil karya teman.
  3. Menghormati hak dan kewajiban teman.

Perilaku yang Bertentangan dengan Pancasila:

  1. Tidak mau bekerjasama.
  2. Mementingkan kepentingan pribadi.
  3. Suka merendahkan teman.

D. SBdP

D.1. Karya Seni Tiga Dimensi

Karya Seni Tiga Dimensi: karya seni rupa yang bisa dilihat dan diraba permukaannya. Contoh: seni patung, seni kriya, seni keramik, seni arsitektur, desain produk.

Jenis Karya Seni Tiga Dimensi:

  1. Benda Hias (dinikmati keindahannya)
  2. Benda Pakai (dinikmati keindahannya dan dipakai sesuai fungsinya)

Bahan-bahan Pembuatan Karya Seni Tiga Dimensi:

  1. Kayu: keras, untuk diukir atau dipahat
  2. Batu: keras, untuk diukir atau dipahat
  3. Logam: keras, untuk diukir atau dipahat
  4. Semen dan gipsum: umumnya dibuat dengan cetakan sampai mengeras
  5. Tanah liat: lunak dan mudah dibentuk

Tekstur sebagai Unsur Karya Seni Tiga Dimensi: sifat permukaan suatu benda, seperti halus, kasar, licin, mengilap, dan lain sebagainya.

Jenis Tekstur:

  1. Tekstur Nyata: memiliki nilai yang sama antara hasil penglihatan dan rabaan.
  2. Tekstur Semu: memiliki nilai yang berbeda antara hasil penglihatan dan rabaan.

D.2. Seni Ukir

Seni Ukir: seni membentuk gambar pada bahan keras (kayu, batu) yang dikenal di Indonesia sejak 1500 SM.

Kerajinan Ukir: benda hias atau benda pakai yang dibuat dengan teknik ukir.

Teknik Ukir: teknik mengukir menggunakan alat pahat yang terbuat dari besi/baja.

Jenis-jenis Teknik Ukir:

  1. Carving: seni memotong bagian datar dari kayu agar ukiran tampak tiga dimensi menggunakan pahat, palu, dan pisau ukir. Kayu digambar terlebih dahulu sebelum diukir.

2. Chip Carving: digunakan untuk membuat patung atau benda lain yang berukuran besar, menggunakan kapak dan pahat yang lebih besar sehingga prosesnya lebih rumit.

3. Mengerik: cara paling sederhana dalam mengukir karena hanya membutuhkan sepotong kayu dan pisau ukir.

D.3. Menganyam Kerajinan Bambu

Batang Bambu: bahan yang kuat dan fleksibel.

Menganyam: merangkai benda berbentuk pipih atau bulan memanjang dengan tumpang tindih dan saling susup menyusupi, terdiri atas pakan (bagian yang menyusup) dan lungsi (bagian yang disusupi).

Hasil Kerajinan Anyaman: keranjang, bakul nasi, tas belanja.

Bahan Anyaman Selain Bambu: daun kelapa, kertas, pita.

Teknik Anyaman:

  1. Anyaman Tunggal: menganyam satu-satu bergantian selangkah demi selangkah.
  2. Anyaman Bilik: teknik anyaman dua-dua, menyilang secara berurutan dan bersamaan.


E. IPA

Gaya: besaran berupa tarikan atau dorongan yang membuat benda bergerak.

Jenis-jenis Gaya:

  1. Gaya Otot: dihasilkan oleh tenaga otot manusia/hewan. Contoh: menendang bola, membawa air dalam ember.

2. Gaya Gesek: dihasilkan oleh dua permukaan benda yang saling bersentuhan, besar kecilnya gaya dipengaruhi kasar halusnya permukaan benda. Contoh: mengerem sepeda, gesekan alas sepatu dengan lantai agar kita dapat berjalan tanpa tergelincir.

3. Gaya Pegas: membuat benda memantul atau terlontar seperti pegas. Contoh: bermain ketapel.

4. Gaya Magnet: tarikan atau dorongan yang dihasilkan magnet, tidak tampak tetapi dapat menarik benda logam yang ada di dekatnya. Contoh: kutub utara dan selatan bumi (magnet alam), magnet batang/silinder/bentuk U/tapal kuda (magnet buatan).

5. Gaya Gravitasi: gaya tarik yang menyebabkan semua benda di permukaan bumi tertarik menuju ke arah bawah (pusat bumi), besarnya dipengaruhi ketinggian tempat. Contoh: apel jatuh dari pohon.

6. Gaya Listrik: menghasilkan energi listrik yang berguna untuk menyalakan alat elektronik. Contoh: televisi, kipas angin.

Rangkuman ini dibuat dengan mengacu pada Buku Tematik dan berbagai sumber lainnya.


Di salin dari : https://sdplusrahmat.sch.id/rangkuman-kelas-4-tema-7-indahnya-keragaman-di-negeriku/ 

Minggu, 27 Desember 2020

Tujuh Sesat Pikir dalam Ilmu Aqidah yang Perlu Diluruskan

Ilmu aqidah atau yang juga dikenal dengan ilmu kalam memiliki pembahasan yang sangat luas. Paradigma pembahasnya pun beraneka ragam. Ada yang sangat tekstual, ada pula yang kebablasan mengedepankan rasio dalam disiplin ilmu ini. Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) memainkan peran sangat vital dalam menjaga sikap moderat di antara keduanya. Mereka mendasarkan diri pada argumentasi nalar yang seimbang dalam menyikapi teks Al-Qur’an dan hadits. Di antara ulama Aswaja yang sangat berperan dalam menjaga benteng aqidah adalah Syekh Muhammad bin Yusuf as-Sanusi.   

Menurut Syekh Muhammad bin Yusuf as-Sanusi dalam kitab Muqaddimah Sanusiyyah, terdapat tujuh sumber kesesatan dalam ilmu aqidah yang harus kita waspadai, yaitu :   

Pertama, penciptaan sebagai kewajiban bagi Allah sang pencipta.   

Ini adalah kesesatan yang menjalar di kalangan para filsuf Yunani di masa lampau yang meracuni beberapa sekte menyimpang dalam Islam di kemudian hari. Mereka berkeyakinan bahwa eksistensi Tuhan diukur dengan bukti adanya penciptaan berupa alam semesta. Para filsuf Yunani berkeyakinan seandainya Tuhan tidak menciptakan alam semesta maka Tuhan tidak diyakini ada. Selain itu, mereka juga berkeyakinan bahwa alam semesta dan Tuhan adalah dua entitas yang saling terkait dan wujud secara bersamaan. Dengan dalih inilah mereka menyatakan alam adalah qadim (dahulu) sebagaimana Tuhan.   

Para filsuf menggambarkan hal ini dengan dua jalur analogi yaitu :   

Pendekatan asal muasal (‘illat). Mereka meyakini bahwa Tuhan adalah entitas asal muasal (‘illat) dari terciptanya alam semesta. Sehingga mereka meyakini Tuhan dan alam semesta adalah satu kesatuan yang wujud di waktu yang sama (zaman ‘azali). Hal ini dianalogikan dengan bergetarnya jari manusia dan cincin yang dipakai secara bersamaan tanpa ada jeda waktu di antara keduanya.   

Pendekatan tabiat (tab’i). Mereka meyakini bahwa Tuhan adalah entitas yang terpaksa dan manjadi sebuah keharusan untuk menciptakan alam semesta agar dapat diakui sebagai Tuhan. Dalam artian, mereka meyakini bahwa Tuhan tidak memiliki pilihan lain selain menciptakan alam semesta. Hal ini dianalogikan dengan api yang membakar kayu yang seandainya api tak dapat membakar kayu tentu api tersebut tak dapat diakui sebagai api secara tabiatnya. 

Tentu di sini, ulama Aswaja menolak pendapat para filsuf tersebut. Karena menurut ulama Aswaja, Allah menciptakan alam semesta sebagai bentuk pilihan yang Allah kehendaki bukan atas dasar keterpaksaan ataupun kewajiban. Sebagaimana dalam Al-Qur’an :

   وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ (٦٨)   

“Dan Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang Dia kehendaki. Bagi mereka (manusia) tidak ada pilihan. Maha suci Allah dan Maha tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan” (QS Al-Qashash: 68).   

Perlu dicatat bahwa menurut ulama Aswaja sifat menciptakan adalah sifat Jaiz yang bermakna Allah berhak untuk menciptakan ataupun tidak menciptakan tanpa ada paksaan apa pun. Sedangkan, alam semesta adalah ciptaan Allah yang bersifat hadits (baru datang) bukan suatu yang qadim (dahulu).   

Kedua, kebaikan secara akal adalah kewajiban bagi Allah.   

Awalnya sesat pikir ini diproklamasikan oleh ajaran Brahmana dari kebudayaan India kuno yang meracuni sekte Muktazilah di kemudian hari. Mereka berkeyakinan bahwa Tuhan harus menciptakan hal yang baik secara akal. Sehingga mereka meyakini ajaran yang diajarkan Tuhan harus baik secara akal dan Tuhan tidak boleh berbuat buruk dalam bentuk apa pun. Karena itu, ajaran Brahmana melarang pemeluknya memakan daging hewan karena tidak mungkin ajaran Tuhan mengajak mereka menyembelih hewan. Menurut mereka, menyembelih hewan adalah perbuatan buruk secara akal karena menyakiti makhluk lain.

Kesesatan ini dilanjutkan oleh sekte Muktazilah yang menyatakan bahwa akal adalah timbangan utama mengenai kebaikan dan keburukan. Maka, menurut sekte Muktazilah syariat harus sesuai dengan kebaikan dan keburukan secara akal. Selain itu, Tuhan juga tidak boleh menimpakan musibah ataupun keburukan kepada hambanya karena hal tersebut buruk secara akal.

Ulama Aswaja menolak paham tersebut. Menurut ulama Asy’ariyyah, baik dan buruk adalah berdasarkan syariat Islam. Maka, tidak ada keburukan secara syariat kecuali hal tersebut adalah larangan yang ditetapkan oleh syariat serta tidak ada kebaikan secara syariat kecuali hal tersebut adaalah perintah yang diserukan oleh syariat.

Ketiga, mengikuti ajaran yang sesat berdasarkan fanatisme.

Kesalahan yang sering dilakukan oleh pengikut aliran sesat adalah mereka terlalu fanatik dengan ajaran sesat yang mereka ikuti tanpa menimbang kesalahan aqidah mereka. Padahal, seandainya mereka mau memikirkan kembali hujjah argumentasi ilmiah para ulama Aswaja dalam menolak penyimpangan aqidah niscaya mereka akan bertobat dari kesesatan yang mereka ikuti. Karena pada dasarnya, ulama Aswaja dari zaman ke zaman selalu memakai pemikiran yang logis dan argumentasi yang kokoh dalam mempertahankan benteng aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah.   

Keempat, menjadikan adat kebiasaan sebagai landasan sebab akibat.

Hal ini ditunjukkan dengan keyakinan bahwa adanya sifat kenyang adalah imbas dari makan, adanya sifat terbakar adalah imbas dari api, adanya kesehatan adalah imbas dari obat dan sejenisnya. Kesesatan ini adalah imbas dari menafikan peran Allah sebagai dzat yang menciptakan sebab dan akibat. Padahal, ulama Aswaja telah menyatakan bahwa sebuah sebab tidak akan berimbas kepada akibat yang kita kenal secara adat kebiasaan kecuali dengan izin Allah. Misal contoh, api tidak akan berimbas membakar kecuali atas izin dan takdir Allah terbukti dengan kisah nabi Ibrahim yang dilemparkan ke dalam bara api dan beliau tidak terbakar atas izin dan takdir Allah. 

Kelima, kesalahan pemikiran yang tidak sesuai dengan kebenaran.

Kita meyakini bahwa kebenaran yang sesuai dengan ajaran Baginda Nabi Muhammad adalah ajaran yang dilestarikan oleh Ahlussunnah wal Jama’ah. Karena hal itu, sekte-sekte yang melakukan penyimpangan aqidah umumnya adalah imbas dari pemahaman yang salah dalam memahami ilmu aqidah yang benar. Misalnya, kesesatan sekte Khawarij dengan pemikiran radikalnya dan sejenisnya yang tentu berbanding terbalik dengan ajaran Aswaja yang moderat.   

Keenam, memahami agama sebatas pemahaman tekstual.

Kesesatan pikir ini digaungkan pertama kalinya oleh sekte Khawarij, yakni ketika mereka berambisi untuk membunuh para pemimpin Muslim dengan dasar dalil tekstual “La Hukma Illa Allah (tidak ada hukum selain hukum Allah)”. Kemudian, kesesatan ini dilanjutkan oleh sekte Mujassimah, Wahabi, serta pengikut ajaran Ibnu Taimiyyah yang memahami Al-Qur’an dan hadits sebatas tekstual belaka. Misal contoh, mereka memahami Allah memiliki angggota tubuh sebagaimana makhluk, Allah bertempat di ‘Arsy, serta mereka juga menolak adanya takwil dalam memahami Al-Qur’an dan sejenisnya. Dan ulama Aswaja telah berulang-kali mematahkan argumentasi mereka.

Ketujuh, kelemahan dalam memahami dasar logika akal.

Kesesatan ini banyak terjadi lantaran mendasarkan diri pada tahayyul ataupun ajaran di luar agama Islam. Padahal, dengan nalar logika terendah pun dapat mematahkan argumentasi kesesatan mereka. Misalnya, secara logika Tuhan adalah Dzat yang tidak mungkin tersusun dari bagian-bagian, maka seandainya Tuhan tersusun dari bagian-bagian sebagaimana makhluknya niscaya Dia membutuhkan pencipta lain yang dapat menyusun tubuh-Nya dan ini tidak mungkin secara akal. Karena, pada dasarnya Allah memiliki sifat Mukhalafat lil-Hawadits (berbeda dari makhluknya).

Muhammad Tholhah al Fayyadl, Mahasiswa jurusan Ushuluddin Universitas al-Azhar Mesir, alumnus Pondok Pesantren Lirboyo


Dua Amal Sederhana dan Paling Utama di Sisi Allah

Al-Qur’an memerintahkan umat Islam untuk berpegang pada tali Allah dan tali manusia. Al-Qur’an meminta agar kita tidak bercerai-berai. Perintah ini bukan perintah main-main. Perintah Al-Qur’an tersebut menjadi perintah luar biasa. 

Rasulullah SAW mengatakan bahwa keimanan kepada Allah dan kebaikan kepada orang lain menjadi kunci ibadah secara keseluruhan. Keduanya merupakan amalan utama dan dapat mendatangkan ridha Allah SWT. 

خصلتان لا شيء أفضل منهما الإيمان بالله والنفع بالمسلمين 

Artinya, “Dua hal di mana tidak ada yang lebih utama dari keduanya, yaitu beriman kepada Allah dan bermanfaat kepada umat Islam,” (Lihat Syekh Nawawi Banten, Nashaihul Ibad, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa tahun], halaman 4). 

Oleh karena itu, niat seseorang di pagi hari bahkan juga sangat penting. Niat pagi-pagi seseorang mendapatkan penilaian istimewa dari Allah SWT. Dalam hadits berikut ini, Rasulullah menjelaskan ganjaran mereka yang niat berbuat zalim dan mereka yang berniat membela orang yang terzalimi.

 من أصبح لا ينوي الظلم على أحد غفر له ما جنى ومن أصبح ينوى نصرة المظلوم وقضاء حاجة المسلم كانت له كأجر حجة مبرورة 

Artinya, “Siapa saja berpagi hari tanpa berniat zalim, niscaya diampuni baginya dosa yang telah dikerjakan. Siapa saja yang berpagi hari denga berniat membela orang terzalimi dan memenuhi hajat umat Islam, niscaya ia beroleh pahala sebesar pahala haji mabrur,” (Lihat Syekh Nawawi Banten, Nashaihul Ibad: 4). 

Sebaliknya, Allah sangat mencintai hamba-Nya yang bermanfaat bagi orang lain baik hartanya maupun jiwa dan raganya. Sesuatu yang membahagiakan, menghilangkan rasa lapar, membuka jalan atas kesulitan, atau membayarkan hutang orang lain merupakan ibadah paling utama di sisi Allah sebagaimana hadits Rasulullah berikut ini.

 أحب العباد إلى الله تعالى أنفع الناس للناس وأفضل الأعمال إدخال السرور على قلب المؤمن يطرد عنه جوعا أو يكشف عنه كربا أو يقضي له دينا. 

Artinya, “Hamba yang paling disukai Allah adalah orang yang paling bermanfaat kepada orang lain. Sementara amal yang paling utama adalah memasukkan kebahagiaan di hati orang yang beriman yang menolak rasa lapar, membuka jalan atas kesulitannya, atau membayarkan utangnya,” (Lihat Syekh Nawawi Banten, Nashaihul Ibad: 4). Adapun berikut ini adalah peringatan Rasulullah SAW agar umat Islam menjauhi kemusyrikan terhadap Allah dan kezaliman terhadap orang lain. Kedua hal ini merupakan perbuatan terkeji. Keduanya sangat dibenci oleh Allah sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang dikutip dalam Kitab Nashaihul Ibad berikut ini :

 وخصلتان لا شيء أخبث منهما الشرك بالله والضر بالمسلمين 

Artinya, “Dua hal di mana tidak ada yang lebih keji dari keduanya, yaitu menyekutukan Allah dan memudharatkan umat Islam” (Lihat Syekh Nawawi Banten, Nashaihul Ibad: 4). 

Dengan kata lain, kalau tidak dapat berbuat baik terhadap orang lain, sekurang-kurangnya kita tidak berbuat sesuatu yang membahayakan mereka atau berbuat zalim terhadap mereka. Wallahu a‘lam. (Alhafiz Kurniawan)


Keseharian dan Hari-hari Akhir Syekh Abdul Qadir Al-Jailani

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani (471 H/1078 M-561 H/1167 M) adalah pendiri tarekat Qadiriyah. Syekh Abdul Qadir tidak lepas dari mengajar tafsir, hadits, fiqih, perbandingan mazhab, aqidah, nahwu, dan membaca Al-Qur’an dengan beragam qira’ah. 

Syekh Abdul Qadir mengeluarkan fatwa menurut dua mazhab, Mazhab As-Syafi’i dan Mazhab Ahmad bin Hanbal. Fatwanya dihadapkan kepada ulama Iraq yang membuat mereka takjub pada kefaqihan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. 

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani hanya keluar dari madrasahnya pada hari Jumat untuk melakukan shalat Jumat di masjid jami di Baghdad. 

Setiap malam, Syekh Abdul Qadir meminta orang rumahnya untuk menggelar makanan. Ia makan bersama para tamu yang hadir. Ia juga tidak segan untuk duduk bersama orang-orang terpinggirkan. Syekh Abdul Qadir terkenal sabar menghadapi para santri. 

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah orang yang senang menghibur hati orang fakir. Ia juga orang yang senang mencari sahabatnya yang lama tidak jumpa. Syekh Abdul Qadir dikenal sebagai orang yang pemaaf atas kekurangan dan kesalahan para sahabatnya. 

*** 

Pada hari wafat Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, putranya yang bernama Abdul Jabbar bertanya, “Bagian tubuh mana yang dirasa sakit, ayah?” 

“Semua organ tubuhku terasa sakit kecuali hati, nak. Karena ia selalu bersama Allah,” jawab Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. 

Syekh Abdul Qadir kemudian mulai mengulang-ulang kalimat, “Ista‘antu bi lā ilāhi illallāh subhānahū wa ta‘ālā al-hayyul ladzī lā yakhsyal fawt, subhāna man ta‘azzaza bil qudrah wa qahara ‘ibādahū bil maut, lā ilāha illallāhu Muhammadun rasūlullāh.” 

Artinya, “Aku minta tolong kepada yang tiada tuhan selain Allah SWT, Zat hidup yang tidak takut pada kehilangan; maha suci Zat yang perkasa dengan kuasa-Nya, dan menundukkan hamba-Nya dengan kematian. Tiada tuhan selain Allah. Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah.” 

Syekh Abdul Qadir kemudian terdengar mengucap, “Allah…Allah..” 

Syekh Abdul Qadir terus menerus mengulang-ulang kata “Allah…” 

Akhirnya suara Syekh Abdul Qadir Al-Jailani perlahan mengecil sebelum akhirnya berhenti senyap. Sementara lidahnya menempel pada langit-langit mulutnya. Syekh Abdul Qadir Al-Jailani wafat pada malam hari pada usia 90 tahun. 

Shalat jenazah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani diimami oleh putranya, Abdul Wahhab, yang kemudian diikuti oleh 49 anaknya dari empat istri almarhum. Shalat jenazah juga dilakukan oleh khalayak ramai yang terdiri atas santri, pengikut, dan para sahabatnya. 

Jenazah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dimakamkan di serambi madrasahnya. Pintu madrasah tidak dibuka hingga siang hari. Sementara masyarakat luas pergi bergegas untuk menshalatkan dan menziarahi makamnya. 

*** 

Riwayat ini diangkat oleh M Abdurrahim dari berbagai sumber pada pengantar Kitab Al-Fathur Rabbani wal Faidhur Rahmani karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, (Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H). Wallahu a‘lam. (Alhafiz Kurniawan).