Alkisah, di suatu tempat Rasulullah didatangi seorang lelaki kafir yang langsung menodongkan pedang kepada Nabi. Ia berkata : “ Sekarang, tidak ada siapapun di sini. Siapa yang akan menolongmu wahai Muhammad?”
Memang, di tengah padang pasir yang sepi itu, tiada seorangpun kecuali Nabi dan si penodong itu. Tak heran, jika rasa kesombongan yang tinggi merasuki diri si penodong. Dalam gambarannya, syiar Islam bisa segera ia padamkan seketika. Dan tanpa kesulitan, ia akan bisa memenggal kepala Nabi. Dan sebelum itu pastilah Muhammad merintih-rintih untuk minta hidup.
Namun, kagetlah ia. Tidak ada sedikitpun kata-kata merintih minta hidup. Dan tak tersirat sedikitpun guratan di wajah Muhammad. Beliau justru menjawab dengan tegas pertanyaanya disertai nada yang menggetarkan hatinya.
“Allah! Ya, Allah yang akan menolongku!!” kata Nabi.
Kata-kata itu keluar bak halilintar yang menyambar dan menyayat-nyayat dinding kesadaran si penodong. Ia tak menyangka bahwa dalam kondisi sangat kritis seperti itu Muhammad masih memiliki kekuatan yang menggetarkan. Saat dimana tak ada pengikutnya sama sekali, Nabi tak ragu akan keselamatan dirinya. Kenyataan itu membuat si penodong tercengah dan jatuhkan pedang yang dibawanya.